» » Kisah di balik Qurban

Cerita hikmah di balik Qurban

Sebuah mobil mewah berhenti di tempat penjualan kambing qurban.
Seorang manajer perusahaan asing keluar dari mobil & menutup hidungnya dengan sapu tangan. Lalu ia bergegas menuju kambing cokelat besar.

”Berapa harga kambing itu pak?” ujarnya sambil menunjuk kambing cokelat tersebut.

”Yang coklat itu yang terbesar pak, kambing Mega Super 2 juta rupiah tidak kurang” kata si pedagang sambil tetap melayani calon pembeli lainnya.

”Tidak bisa turun pak?”, sahut manajer mencoba bernegosiasi.

”Tidak kurang tidak lebih, sekarang harga-harga serba mahal” si pedagang bertahan.


”Satu juta lima ratus ribu ya?”, manajer melakukan penawaran.

”Maaf pak, masih jauh” ujar pedagang cuek.

Pandangan dialihkan ke kambing lainnya yang lebih kecil dari si cokelat.
Pikirnya lumayan bila ada perbedaan harga 500 ribu, dapat mengganti ban belakang mobilnya.

”Kalau yang belang hitam putih itu berapa bang?” tanya manajer.
”Nah yang itu Super biasa. Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah” katanya.

Tiba-tiba seorang kakek berpakaian lusuh menanyakan harga kambing coklat Mega Super tadi.
”Gagah banget kambing itu. Berapa harganya mas?” katanya kagum
”Dua juta tidak kurang tidak lebih kek.” kata si pedagang setengah malas menjawab.
”Weleh larang men regane (mahal benar harganya) ?” kata si kakek dalam bahasa Purwokertoan.
”Bisa di tawar-kan ya mas ?” lanjutnya mencoba negosiasi juga.
”Cari kambing yang lain aja kek”, kata si pedagang terlihat semakin malas meladeni.
”Ora (tidak) usah Mas. Aku arep sing apik lan gagah Qurban taun iki
(Aku mau yang terbaik dan gagah untuk Qurban tahun ini).
Duit-e (uangnya) cukup kanggo (untuk) mbayar koq mas.” katanya tetap bersemangat seraya mengeluarkan bungkusan dari saku celananya.

Bungkusan dari kain perca yang juga sudah lusuh itu dibukanya, enam belas lembar uang seratus ribuan dan sembilan lembar uang lima puluh ribuan dikeluarkan dari dalamnya. ” Iki (ini) dua juta rupiah mas. Weduse (kambingnya) dianter ke rumah ya mas?” lanjutnya mantap tetapi tetap bersahaja.

Si pedagang kambing kaget, tidak terkecuali manajer yang memperhatikannya sejak tadi.
Dengan wajah masih ragu tidak percaya si pedagang menerima uang yang disodorkan si kakek,
kemudian di hitungnya perlahan lembar demi lembar uang itu.

”Kek, ini ada lebih lima puluh ribu rupiah” si pedagang mengeluarkan selembar lima puluh ribuan
”Ora ono ongkos kirime tho…?” (Enggak ada ongkos kirimnya ya?), tanya si kakek.

”Dua juta sudah termasuk ongkos kirim”, sahut pedagang sambil mengembalikan uang ke kakek.
”Alhamdulillah, lewih (lebih) lima puluh ribu iso di tabung neh (bisa ditabung lagi)” kata si kakek.
”Tulung anterke ning deso cedak kono yo (tolong antar ke desa dekat itu ya), sak sampene ning mburine (sesampainya di belakang) Masjid Baiturrohman, takon ae umahe (tanya saja rumahnya) mbah Sutrimo pensiunan pegawe Pemda Pasir Mukti.

Setelah selesai bertransaksi, si kakek berjalan ke sebuah sepeda tua yang di sandarkan pada sebatang pohon pisang, tidak jauh dari X-Trail milik manajer. Perlahan diangkat dari sandaran, kemudian dengan sigap dikayuhnya tetap dengan semangat. 

Ada perasaan berkecamuk di hati pengusaha. 
Seorang pensiunan PNS dengan gaji yang tak seberapa per bulan dan penampilan sederhana mampu membeli kambing terbaik sebagai tunggangan di akhirat. Dia manajer perusahaan asing dengan penghasilan yang jauh di atas si kakek yang pensiunan, bangga dengan mobil mewah tapi masih merasa berat dan pilih-pilih dalam menyiapkan kendaraan akhirat.

Satu cerita yang dapat kita ambil hikmahnya.
Semoga bermanfaat & menjadi renungan kita.
Amin

---------------------------------
Saduran dari cerita hikmah 

Tentang Unknown

Seorang kontributor blog yang aktif jadi pengembang konten sekolah atau konten pendidikan
«
Lanjut
Posting Lebih Baru
»
Balik
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Beri komentar