KOMPAS.com — Presiden Joko Widodo mengklarifikasi berita yang menyebut bahwa pemerintah akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebanyak 1 juta pegawai negeri sipil (PNS). Berita itu, menurut Jokowi, tidak benar.
Presiden meluruskan, pemerintah memang akan melakukan rasionalisasi PNS. Namun, hal itu tidak dilakukan dengan cara PHK, tetapi dengan cara memperketat seleksi penerimaan calon PNS.
"Misalnya, satu tahun yang pensiun ada 12.000 orang. Lalu, pada tahun kelima, kami hanya akan menerima 60.000 (calon PNS). Artinya, itu berkurang banyak," ujar Jokowi di Auditorium Dhanapala, Kompleks Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (7/6/2016).
Dengan strategi itu, kualitas sumber daya manusia dalam birokrasi Pemerintah Indonesia akan lebih berkualitas. Selain itu, belanja pegawai juga akan semakin efisien.
Jokowi mengatakan, strategi semacam itu perlu dilakukan. Sebab, biaya belanja pegawai setiap tahun cukup tinggi dan membebani anggaran.
"Kami ingin belanja pegawai kita bisa lebih efisien. Kalau itu dilakukan, suatu saat dapat tercapai sehingga (SDM birokrasi) betul-betul berkualitas dan belanja lebih efisien," ujar dia.
Jokowi mengingatkan bahwa rencana itu tidak mungkin dilaksanakan hanya dalam kurun waktu satu atau dua tahun. Rencana itu dapat berhasil jika dilakukan dalam kurun waktu yang panjang.
Jokowi juga mengatakan, rencana itu sampai saat ini masih dikaji secara mendalam oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
"Rencana dan konsep dari Menpan-RB itu ya memang belum saya terima," ujar Jokowi.
Seperti dikutip Kompas, Kementerian PAN-RB mengemukakan proses pemetaan untuk 1 juta rasionalisasi PNS sampai tahun 2019 dan merampingkan lembaga nonstruktural yang lahir berdasarkan undang-undang.
Bahkan, Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi memastikan rencana rasionalisasi akan berjalan tahun 2017 setelah enam bulan pemetaan.
Sumber:
http://nasional.kompas.com
Tidak ada komentar: